TEKNIK PEMERIKSAAN VAGINOGRAFI DENGAN DIAGNOSA SUSPENSI SINUS UREOGENITALIS
DI INSTALASI RADIOLOGI
RSUP Dr SARDJITO YOGYAKARTA
Laporan Kasus
Disusun
dalam rangka memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan II
Oleh,
MAIZZA NADIA PUTRI
NIM : P1337430214057
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK RADIOLOGI
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2016
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini
telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan sebagai laporan guna memenuhi tugas
Praktek Kerja Lapangan II Jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang.
Nama :
Maizza Nadia Putri
NIM : P1337430214057
Judul
Laporan Kasus : TEKNIK PEMERIKSAAN VAGINOGRAFI DENGAN DIAGNOSA
SUSPENSI SINUS UREOGENITALIS DI INSTALASI RADIOLOGI RSUP Dr SARDJITO YOGYAKARTA
|
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul TEKNIK
PEMERIKSAAN VAGINOGRAFI DENGAN DIAGNOSA SUSPENSI SINUS UREOGENITALIS DI INSTALASI
RADIOLOGI RSUP Dr SARDJITO YOGYAKARTA.
Laporan kasus ini disusun
untuk memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan II pada semester IV jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang. Pada Kesempatan
ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
- Bapak
Sugiyanto, M.App.Sc Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Semarang.
- Ibu Rini
Indrati, S.Si, M.Kes Selaku Ketua Jurusan Teknik Radodiagnostik dan
Raditerapi Poltekkes Kemenkes Semarang.
- Bapak Ardi
Soesilo Wibowo, S. T., M. Si. Selaku Ketua Program Studi D-III Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang.
- Ibu Siti
Masrochah, S. Si., M. Kes Selaku Ketua Program Studi D-IV Teknik Radiologi
Poltekkes Kemenkes Semarang.
- Bapak I
Komang Suartama, Amd.Rad selaku Clinical Instructure di
Instalasi Radiologi RSUP Dr SARDJITO YOGYAKARTA.
- Mas Danang Widoyoko, A.Md.Rad. selaku pembimbing laporan kasus di
Instalasi Radiologi RSUP Dr.
SARDJITO YOGYAKARTA.
7.
Seluruh Radiografer, staff dan karyawan Instalasi
Radiologi RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA.
- Kedua orang tua dan segenap keluarga yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil.
- Teman-teman Prodi D-IV Teknik Radiologi Poltekkes Kemenkes Semarang.
- Teman-teman Praktek Kerja Lapangan II di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.
- Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan kasus ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk memperbaiki Laporan Kasus berikutnya. Penulis berharap Laporan
Kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Yogyakarta, Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HAL
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... vi
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................
A. Latar
Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 3
D. Manfaat Penulisan...................................................................... 3
E. Sistimatika Penulisan.................................................................. 4
BAB II DASAR TEORI.................................................................................. 5
A. Anatomi
dan fisiologi………….……………………...……….4
B. Patologi
Vagina………………………………………………...15
C. Prosedur
pemeriksaan…………………………………………17
D. Teknik Pemeriksaan Vaginografi.............................................18
E. Proteksi Radiasi
Vaginografi....................................................24
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN....................................... 24
A.
Identitas Pasien.......................................................................... 29
B.
Riwayat klinis............................................................................ 29
C.
Tata Laksana Pemeriksaan......................................................... 29
D.
Pembahasan................................................................................ 37
BAB IV PENUTUP...................................................................................... 40
4.1. Kesimpulan ............................................................................... 40
4.2. Saran.......................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 42
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
HAL
Gambar
2.1 Organ Eksterna Wanita..................................................................
5
Gambar
2.2 Organ Interna wanita......................................................................
8
Gambar
2.3 Radiograf Vaginografi Proyeksi AP ............................................. 20
Gambar
2.4 Radiograf Vaginografi Proyeksi RPO ........................................... 21
Gambar
2.5 Radiograf Vaginografi Proyeksi LAO .......................................... 22
Gambar
2.6 Radiograf Vaginografi Proyeksi Lateral ....................................... 23
Gambar
3.1 hasil Foto Polos pelvis pasien JXZ.................................................
34
Gambar
3.2 hasil Radiograf proyeksi AP Pasien JXZ ...................................... 35
Gambar
3.3 hasil Radiograf proyeksi Lateral pasien JXZ ................................. 36
DAFTAR TABEL
HAL
Tabel
2.1 Tingkat Panduan dosis radiografi diagnostik.....................................
28
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, bermunculan
kasus-kasus suatu kelainan baru yang
disebabkan karena virus dan bakteri ataupun kelainan yang di sebabkan karena
faktor genetik. Penanganan terhadap kasus-kasus
tersebut membutuhkan suatu ketepatan diagnosa yang akurat dan tepat terhadap
sasaran. Radiologi merupakan salah satu ilmu kedokteran yang mempunyai peranan
penting dalam membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit dan bertanggung jawab
dalam menghasilkan gambaran radiografi yang baik sehingga dapat memberikan informasi
yang jelas, akurat dan dapat membantu dokter dalam mendiagnosa suatu kelainan.
Salah satu jenis pemeriksaan radiologi yang dapat
dilakukan untuk mendiagnosa suatu penyakit atau kelainan pada organ reproduksi wanita adalah pemeriksaan Vaginografi.
Pemeriksaan Vaginografi adalah pemeriksaan radiologi untuk memperlihatkan
gambaran anatomis dan patologis dari vagina dengan menggunakan media kontras
positif .
Salah satu indikasi dari pemeriksaan Vaginografi adalah
Suspensi Sinus Ureogenitalis dimana
Sinus Ureogenitalis merupakan embriogenesis pembentuk uretra dan penis pada
laki-laki. Keberadaan Sinus Ureogenitalis pada anak perempuan dapat
mengakibatkan suatu kelainan berupa ambigous genetalia (Kelainan pada sistem genitalia
yang diragukannya jenis kelamin pada anak kecil tersebut). Penatalaksanaan
Pemeriksaan Vaginografi ini memerlukan kecermatan yang tinggi mengingat organ
yang diperiksa merupakan organ yang sensitif terhadap radiasi sehingga harus
menggunakan proteksi radiasi yang seoptimal mungkin tanpa mengurangi informasi
yang dapat diberikan.
Proteksi radiasi di dalam praktik pencitraan diagnostik
dimaksudkan untuk menjamin bahwa keuntungan penggunaan sumber radiasi lebih
besar dari risikonya terhadap individu yang terlibat. Optimasi proteksi dan
keselamatan dilakukan dengan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable),
(Noor dan Normahayu, 2011; Ngaile et al, 2008).
Pada
kesempatan ini, penulis ingin mengangkat pemeriksaan Vaginografi tersebut ke
dalam sebuah Laporan Kasus yang berjudul
”Teknik Pemeriksaan Vaginografi Pada
Kasus Suspensi Sinus Ureogenitalis di Instalasi Radiologi RSUP Dr SARDJITO
Yogyakarta.”
B.
Rumusan Masalah
1. Prosedur apa yang dilakukan untuk
pemeriksaan radiologi Vaginografi di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta ?
2. Bagaimana teknik pemeriksaan radiologi
Vaginografi pada kasus Suspensi Sinus Ureogenitalis di RSUP Dr SARDJITO
Yogyakarta?
3. Bagaimana penerapan proteksi radiasi dalam
pemeriksaan Vaginografi dengan pasien usia 3 tahun di RSUP Dr SARDJITO Yogyakarta?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui prosedur yang perlu dilakukan untuk
melakukan pemeriksaan radiologi Vaginografi di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.
2.
Untuk mengetahui teknik pemeriksaan radiologi Vaginografi
pada kasus Suspensi Sinus Ureogenitalis
di Instalasi Radiologi RSUP DR Sardjito Yogyakarta.
3.
Untuk mengetahui proteksi radiasi yang diterapkan dalam
pemeriksaan radiologi Vaginografi di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
1.
Intitusi
Diharapkan dapat diajukan sebagai salah satu tambahan referensi pada mata
kuliah tekhnik radiografi yang akan datang.
2.
Rumah Sakit
Sebagi
wawasan tambahan guna
menghasilkan gambaran radiografi yang baik dan metode yang sesuai dengan lingkungan
kerja rumah sakit terkait.
3.
Penulis
Sebagai
pengalaman dan pembelajaran yang diharapkan dapat memberikan masukan ilnu dan
kreativitas dalam pemilihan alternatif
pada kasus-kasus yang membutuhkan penaganan khusus.
E. Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
Yang meliputi : latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
Yang meliputi : Anatomi dan fisiologi organ genetalia,
patologi , peralatan dan proyeksi yang digunakan.
BAB III HASIL DAN
PEMBAHSAN
Terdiri dari kasus dan pembahasan.
BAB IV PENUTUP
Berisikan simpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DASAR TEORI
A.
Anatomi dan
fisiologi
Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi
menjadi 2 bagian yaitu: alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di
dalam rongga pelvis, dan alat reproduksi wanita bagian luar yang terletak di
perineum. (Bobak, IM, 2000).
1.
Alat
genitalia wanita Eksterna
bagian
luar Gambar 2.1 Organ Eksterna Wanita ( Bobak, IM, 2000 ))
Sternum
Sternum atau
tulang dada adalah sebuah tulang pipih
Gambar 2.1 Organ Eksterna Wanita
( Bobak, IM, 2000 )
a. Mons veneris
/ Mons pubis
Disebut juga gunung venus, merupakan bagian yang
menonjol di bagian depan simfisis dan terdiri dari jaringan lemak dan sedikit
jaringan ikat. Setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga.
Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) yang berfungsi sebagai
bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
b. Bibir besar (Labia mayora)
Merupakan kelanjutan dari mons veneris dan berbentuk
lonjong, panjang labia mayora 7-8 cm, lebar
2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah.
Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaannya terdiri dari :
1) Bagian luar tertutup oleh rambut
yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris.
2) Bagian dalam tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung
kelenjar sebasea (lemak).
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit,
terletak dibagian dalam bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang
kearah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, semantara pada bagian lateral
dan 7 anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora
sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda dan basah.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang
bersifat erektil, dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog
dengan penis laki-laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan
meningkatkan ketegangan seksual.
e. Vestibulum
Merupakan alat
reproduksi bagian luar yang berbentuk
seperti perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan
fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina
dan kelenjar para vagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir
mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.
f. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara
introitus vagina dan anus. Perinium membentuk dasar badan perinium. Kelenjar
Bartholin adalah kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat
rapuh dan mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
h. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan
yang menutupi lubang vagina. Bersifat rapuh
dan mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang
di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.
i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan
tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan labia minora. Di
garis tengah berada di bawah orifisium
vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette
dan himen.
2.
Alat
genitalia wanita bagian dalam
Gambar
2.2 Organ Interna Wanita ( Bobak, IM, 2000 )
Gambar 2.2 Organ Interna Wanita
( Bobak, IM, 2000 )
a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat
melipat dan mampu meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas
vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang
dinding posterior 11 cm.
Vagina terletak di depan rectum dan di belakang
kandung kemih. Vagina merupakan saluran muskulomembraneus yang menghubungkan
rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus
sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan. Pada
dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan terutama di
bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian uterus.
Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri
membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior,
fornik dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen
yang menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi
terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan
lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada
waktu persalinan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal,
muskular, pipih, cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang
terletak di 10 pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal
memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri
yaitu bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi,
corpus uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk
segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding
depan dan bagian atas tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan
dengan kandung kemih. Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa
ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia
wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan
multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum,
miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
1) Peritoneum
a) Meliputi dinding rahim bagian luar
b) Menutupi bagian luar uterus
c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
d) pembuluh darah limfe dan urat saraf
e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
2) Lapisan otot
a) Lapisan luar: seperti “Kap”melengkung dari fundus
uteri menuju ligamentum.
b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri
sampai osteum uteri internum
c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan
tersebut membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah
ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini
membentuk angka dan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit
rapat dengan demikian perdarahan dapat terhent
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin
berkurang dan jaringan ikatnya bertambah.
Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum anatomikum yang
merupakan batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri
histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi
selaput lendir serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen
bawah rahim dan meregang saat persalinan.
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan
oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot
dasar panggul, ligamentum yang menyangga uterus adalah ligamentum latum,
ligamentum rotundum (teres uteri) ligamentum infindibulo pelvikum (suspensorium
ovarii) ligamentum kardinale machenrod, ligamentum sacro uterinum dan
ligamentum uterinum
a) Ligamentum latum
(1) Merupakan
lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas sampai ke dinding panggul
(2) Ruang
antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan mengandung pembuluh darah
limfe dan ureter
(3)
Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi
(4) Ligamentum rotundum (teres uteri)
(5) Mulai
sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalis dan mencapai labia
mayus
(6) Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
(7) Fungsinya menahan uterus dalam posisi
antefleksi.
b) Ligamentum infundibulo pelvikum
(1) Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju
dinding panggul.
(2) Menggantung uterus ke dinding panggul.
(3) Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat
ligamentum ovarii proprium.
c) Ligamentum kardinale machenrod
(1) Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju panggul
(2) Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri.
(3) Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus.
d) Ligamentum sacro uterinum
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale
machenrod menuju os sacrum.
e) Ligamentum vesika uterinum
(1) Dari uterus menuju ke kandung kemih.
(2) Merupakan jaringan ikat yang agak longgar
sehingga dapat mengikuti perkembangan uterus saat hamil dan persalinan.
5) Pembuluh darah uterus
a) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri
sepanjang dinding lateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar
endometrium membentuk arteri spinalis uteri.
b) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan
darah pada tuba fallopi dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika.
6) Susunan saraf uterus
Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan
oleh saraf simpatis dan parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouser
yang terletak pada pertemuan ligamentum sakro uterinum.
c. Tuba
Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang
antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum
mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah
lateral mulai dari osteum tubae internum pada dinding rahim Panjang tuba
fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu
serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia. Tuba fallopi terdiri
atas :
1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di
antara otot rahim mulai dari osteum internum tuba.
2) Pars
istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian yang
paling sempit.
3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling
luas dan berbentuk “s”.
4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang
memiliki lumbai yang disebut fimbriae tubae.
Fungsi tuba fallopi :
1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri.
2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.
3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi.
4) Tempat terjadinya konsepsi.
5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil
konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang siap mengadakan implantasi.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan
folikel menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid.
Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada
ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum melalui
mesovarium. Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu :
1) Korteks ovarii
a) Mengandung folikel primordial.
b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel
de graff.
c) Terdapat corpus luteum dan albikantes.
2) Medula ovarii
a) Terdapat pembuluh darah dan limfe.
b) Terdapat serat saraf.
e. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di
antara ke dua lembar ligamentum latum. Batasan parametrium :
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan
mesosalping.
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri.
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii.
(Bobak, Jansen, dan Zalar, 2001).
B.
Patologi Vagina
Kelainan
pada vagina dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelainan yang disebabkan karena
bawaan atau genetik dan kelainan yang terjadi karena trauma (Duenhoelter, J.H.
1989).
Kelainan
bawaan akibat gangguan pada pembentukan dan pertumbuhan vagina dapat
berupa :
1.
Vagina tidak terbentuk sama sekali disebut atresia
vagina atau agenesis vagina.
2.
Vagina terbentuk hanya sebagian disebut agenesis
partial, mungkin hanya bagian proksimal atau hanya bagian distal.
3. Terdapat
batas antara bagian vagina atas distal disebut spektum transversal.
4. Terdapat
septum longitudinal sehingga vagina menjadi dua.
5. Lubang
vagina bagian distal tertutup karena selaput dara tidak ada, lubang himen
(himen imperforata).
6. Lubang
vagina terlalu kecil.
7.
Bagian luar vagina seperti labia terlalu melebar atau
mengalami perlekatan (adhesi labia).
8.
Sinus Ureogenitalis merupakan embriogenesis pembentuk
uretra dan penis pada laki-laki. Keberadaan Sinus Ureogenitalis pada anak
perempuan dapat mengakibatkan suatu kelainan berupa ambigous genetalia (Kelainan
pada sistem genitalia berupa keraguan jenis kelamin pada anak kecil tersebut).
Sedangkan kelainan karena trauma, terutama trauma
persalinan, infeksi, radiasi, dan zat-zat kimia dapat berupa :
1. Adesi
labia atau adesi dinding vagina.
2.
Penonjolan dinding vagina depan (sistokel).
3.
Penonjolan dinding vagina bagian belakang (rektokel).
4.
Penonjolan puncak vagina (prolapsus uteri atau
enterokel).
5.
Pelebaran saluran vagina.
6.
Pelebaran mulut vagina (introitus vagina) karena
terdapatnya ruptura perineal.
7.
Terdapatnya fistula (lubang antara vagina dengan
saluran cerna) (rektrovagina) dan lubang antara vagina dengan saluran kemih
bawah (vesiko vagina fistula).
C.
Prosedur
pemeriksaan
Prosedur
pemeriksaan radiologi Vaginografi merupakan pemeriksaan daerah vagina setelah
injeksi media kontras yang bersifat radioopaque dengan prosedur
yang dilakukan dalam penyelidikan kelainan bawaan , fistula vagina, dan kondisi
patologis lainnya,
Pada
prosedur Vaginografi tidak ada persiapan khusus untuk pemeriksaan ini,
kenyamanan pasien sangat diutamakan, pasien disarankan untuk membaca buku atau mendengar
musik. Selama Pemeriksaan Dokter akan
menjelaskan prosedur dan menjawab setiap pertanyaan yang pasien tujukan. Pasien diminta mengganti
baju pemeriksaan dan berbaring di meja pemeriksaan. Prosedur
dilanjutkan dengan menempatkan sebuah tabung kecil ke dalam vagina, kontras
iodine kemudian akan ditanamkan melalui tabung. prosedur
akan memakan waktu sekitar 30 menit, mungkin lebih lama jika lebih banyak gambar
yang diperlukan. Setelah Prosedur selesai hasil akan dibaca oleh dokter dan akan mendiskusikan hasil ini dengan pasien serta
menjelaskan apa yang mereka maksud dalam kaitannya dengan kesehatan pasien, (http://www.cedars-sinai.edu/Patients/Programs-and-Services/Imaging-Center/For-Patients/Exams-by-Procedure/Gastrointestinal-Radiology/Vaginography.aspx).
Sedangkan
menurut Ballinger,2003 prosedure pemeriksaan Vaginografi adalah sebagai
berikut :
1.
Sterilisasi daerah vagina.
2.
Sebelum dilakukan pemeriksaan dipasang poly kateter
pada daerah vagina (portio).
3.
Setelah itu isi balon cateter dengan udara/air sehingga
kateter tidak lepas.
4.
Pemasukan media kontras mlalui kateter sebaiknya diikui
dengan floroskopi.
5.
Jumlah media kontras yang dimasukkan sekitar : 20-40
cc.
6.
Setelah kontras masuk, melalui pengontrolan dibawah
floroskopi dilakukan pembuatan radiograf .
7.
Proyeksi yang dibuat :
AP
Oblik
Lateral
D.
Teknik
Pemeriksaan Vaginografi
1.
Pengertian
Vaginografi merupakan pemeriksaan radiologi dengan
memasukan media kotras positif untuk memperlihatkan gambaran anatomis dan patologis
dari vagina. Vaginography digunakan dalam penyelidika cacat bawaan dan patologi kondisi logika seperti vesikovaginal dan fistula enterovaginal . (Ballinger, 2003).
2.
Tujuan
a.
Menilai gambaran anatomis dari vagina.
b.
Menampakkan kelainan fisiologis dan patologis dari
vagina.
3.
Indikasi
Kelainan konginetal vagina.
Kelainan patologis ; fistula vesicavaginal, fistula enterovaginal.
4.
Persiapan
Pemeriksaan
Persiapan Pasien :
a.
Melakukan pembersihan abdomen bagian bawah.
b.
Mengeluarkan urine sebelum dilakukan pemeriksaan.
c.
Meghindarkan daerah reproduksi dari benda yang
menimbulkan opasitas.
Persiapan Alat :
a.
Kateter
b.
Vaselin
c.
Spuit disposable
d.
Media kontras
e.
Betadine
f.
Kassa steril
g.
Film dan kaset 18 x 24 cm
h.
Pesawat X-Ray dan Fluoroskopi
i.
Grid
Untuk pemilihan bahan kontras LAMBIE dan COE
merekomendasikan pemelihan bahan kontras yaitu BaSo4 atau iodium.
a.
LAMBIE merekomendasikan BaSo4 dimasukkan ke dalam
daerah usus untuk mengetahui kedudukan fistula.
Konsentrasi : 1:8
Volume : 40
– 60 cc
b.
COE merekomendasikan penggunaan iodium yang bersifat
organik
Konsentrasi : 20
%
Volume :
20 – 40 cc
5. Proyeksi pemeriksaan :
a.
PROYEKSI
ANTERO POSTERIOR
Posisi pasien : Supine di atas meja pemeriksaan kedua
tangan di
atas dada,
MSP pada midline meja.
Posisi obyek : Daerah pelvis berada di atas kaset
tanpa rotasi.
Arah sinar :
Arah sinar tegak lurus terhadap kaset, pusat sinar
pada batas atas dari simphisis pubis.
Gambar 2.3 hasil radiograf Vaginografi
proyeksi AP
(Ballinger, 2003)
b.
PROYEKSI
OBLIK
Posisi pasien : dari
posisi supine dirotasikan ke arah yang akan di
periksa 45 o , paha fleksi
Posisi obyek : daerah SIAS pada batas atas kaset batas bawah pada
simphisis pubis
Arah sinar : vertikal tegak lurus kaset, arah
sinar pada 2 cm ke
lateral dari MSP setinggi batas atas
simphisis pubis
Keterangan : proyeksi
oblik bertujuan untuk menghindari
superposisi organ dengan fistel
(sigmoid/ileum dan
vagina).
Gambar 2.4 hasil radiograf Vaginografi
proyeksi RPO
(Ballinger, 2003)
Gambar 2.5 hasil radiograf Vaginografi
proyeksi LAO
(Ballinger, 2003)
c.
PROYEKSI
LATERAL
Posisi pasien : tidur
miring pada salah satu sisi, kedua kaki
superposisi dan fleksi.
Posisi obyek : daerah
pelvis berada di atas kaset, dengan batas atas
pada SIAS dan batas bawah pada coxygis.
Arah sinar :
vertikal tegak lurus kaset, pusat sinar pada 1,5 cm
di bawah SIAS menuju pertangahan film.
Gambar
2.6 hasil radiograf Vaginografi proyeksi Lateral
(Ballinger, 2003)
Kriteria Radiograf :
1)
Batas atas dari simphisis pubis harus tampak.
2)
kelainan seperti fistula dapat ditampakkan.
3) densitas
dan media kontras dapat menunjukan gambaran vagina dan fistula.
4) fistula
tidak superposisi pada proyeksi oblik.
5) pada
proyeksi lateral hip joint dan femur superposisi.
6) pelvis
pada proyeksi oblik tidak superposisi dengan proximal femur.
E.
Proteksi
Radiasi Vaginografi
Proteksi radiasi di dalam praktik pencitraan diagnostik
dimaksudkan untuk menjamin bahwa keuntungan penggunaan sumber radiasi lebih
besar dari risikonya terhadap individu yang terlibat. Optimasi proteksi dan
keselamatan dilakukan dengan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable),
(Noor dan Normahayu, 2011; Ngaile et al, 2008).
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan
sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada
laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan
efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh
keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik
adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi (BATAN,
2008).
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan
proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek
stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel
akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi
sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya
perubahan pada sel (BATAN, 2008).
1.
Peralatan
Proteksi Radiasi
a.
Apron
Apron yang setara dengan 0,2 mm (nol koma dua
milimeter) Pb, atau 0,25 mm (nol koma duapuluh lima milimeter) Pb untuk
Penggunaan pesawat sinar-X Radiologi Diagnostik, dan 0,35 mm (nol koma tiga puluh lima milimeter) Pb, atau 0,5 mm (nol koma lima milimeter) Pb
untuk pesawat sinar-X Radiologi Intervensional. Tebal kesetaran timah hitam
harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut.
b.
Pelindung
Gonad / pelindung ovarium
Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm (nol koma
dua milimeter) Pb, atau 0,25 mm (nol koma duapuluh lima milimeter) Pb untuk
Penggunaan pesawat sinar-X Radiologi Diagnostik, dan 0,35 mm (nol koma tiga
puluh lima milimeter) Pb, atau 0,5 mm (nol koma lima milimeter) Pb untuk
pesawat sinar-X Radiologi
Intervensional. Tebal kesetaran Pb harus diberi tanda secara permanen dan jelas
pada apron tersebut. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai
untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan berkas utama.
c. Pelindung Tiroid
Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara
dengan 1 mm (satu milimeter) Pb.
d. Sarung Tangan
Sarung tangan proteksi yang digunakan untuk
fluoroskopi harus memberikan kesetaraan atenuasi paling kurang 0,25 mm (nol
koma duapuluhlima milimeter) Pb pada 150
kVp (seratus limapuluh kilovoltage peak). Proteksi ini harus dapat melindungi
secara keseluruhan, mencakup jari dan pergelangan tangan.
e. Kaca Mata
Kaca mata yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1
mm (satu milimeter) Pb.
f. Tabir
Tabir yang digunakan oleh Radiografer harus dilapisi
dengan bahan yang setara dengan 1 mm (satu milimeter) Pb. Ukuran tabir adalah
sebagai berikut: tinggi 2 m (dua meter), dan lebar 1 m (satu meter), yang
dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara dengan 1 mm (satu milimeter) Pb.
2.
Efek Radiasi
Pada Organ reproduksi
Menurut Sumarsono (2008) efek deterministik pada
organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau kemandulan. Paparan radiasi pada testis akan
mengganggu proses pembentukan sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah
sel sperma yang akan dihasilkan. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan dosis ambang
terjadinya sterilitas yang bersifat sementara karena sudah mengakibatkan
terjadinya penurunan jumlah sel sperma selama beberapa minggu.
Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung
pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi karena semakin
sedikit sel telur yang masih tersisa dalam ovarium. Selain sterilitas, radiasi
dapat menyebabkan menopuse dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem
reproduksi. Dosis ambang sterilitas menurut ICRP 60 adalah 2,5 – 6 Gy. Pada
usia yang lebih muda (20-an), sterilitas permanen terjadi pada dosis yang lebih
tinggi yaitu mencapai 12 – 15 Gy.
Sedangkan menurut Iffah (2009) kerusakan pada organ
reproduksi (kemandulan) terjadi pada paparan 150 - 300 rad untuk laki-laki dan
< (150-300) rad untuk wanita. Sehingga didapati bahwa wanita lebih sensitif
terhadap paparan radiasi khususnya pada organ reproduksi dibandingkan pria.
Pada pemeriksaan
radiodiagnostik dan kedokteran nuklir, dosis rendah tidak menyebabkan
sterilitas tapi menyebabkan perubahan kromosom. Sementara pada radioterapi yang
menggunakan dosis radiasi yang sangat tinggi untuk membunuh kanker, hal ini dapat
menimbulkan bahaya rangkap yakni kerusakan kromosom dan sterilitas. Dosis
sterilitas dapat menyebabkan menopouse nyata walaupun usianya belum tergolong
menopause.
Secara
spesifik, radiodiagnostik dan kedokteran nuklir tidak menyebabkan efek yang
signifikan pada organ reproduksi. Namun untuk radioterapi justru akan
menyebabkan sterilisasi jika tidak menggunakan shielding yang baik. Oleh karena
itu dibutuhkan shielding yang tepat seperti Gonad/Ovarium shield untuk setiap
pemeriksaan radiologi pada organ reproduksi.
Tabel 2.1
Tingkat Panduan dosis radiografi diagnostic (Batan,2011).
PROFIL
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Pasien
Adapun identitas pasien yang menjalani pemeriksaan Radiologi Vaginografi dengan diagnosa Suspensi Sinus Ureogenitalis di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta adalah
sebagai berikut :
Nama : JXZ
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :
Cilacap
No. Rontgen : 0XXXXXX7
Pemeriksaan : Vaginografi
Pengirim :
dr Zikrul Haikal
B.
Riwayat Klinis
Diagnosa
: Suspensi Sinus Ureogenitalis
C. Tata Laksana Pemeriksaan
1.
Persiapan pesawat, alat, dan
bahan.
a)
Pesawat sinar-x yang digunakan
pada pemeriksaan Vaginografi pasien JXZ adalah :
Merek Pesawat : DR Villa
Merk/Type : Villa4RTM872H
No.Seri :
84K479
Housing no. :
B566K
Type RTM :782
H
Kv maksimum :
150 kV
Rpm : 3000 rpm
Focal Spot :
0,6 / 1,2
Filter Permanen : 1,2 Al + 0,3 Al = 1,5 Al
b) Bucky Table
c) Apron
d) Marker
e) Baju pasien
f) Handscone
g) Vaseline
h) Folley Kateter no.6
i) Media kontras non ionic (iopamirol)
j) Kassa steril dan betadine
k) Spuit disposible
2.
Persiapan Pasien
Pada
pemeriksaan foto Vaginografi dengan pasien JXZ di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta tidak ada persiapan khusus pada pasien, hanya
saja dokter menjelaskan megenai pemeriksaan yang akan dilakukan dengan
penandatanganan persetujuan upaya tindakan kedokteran (Inform Consent) oleh
orang tua pasien. Pasien diinstruksikan untuk buang air kecil sebelum
pemeriksaan dan melepas ikat pinggang serta resleting celana yang dikenakan
pasien karena terdapat benda logam yang dapat mengganggu jalannya pemeriksaan.
- Prosedur Pemeriksaan.
a) Dilakukan foto polos pelvis.
b) Dilakukan sterilisasi pada daerah vagina menggunakan kassa steril dan betadine.
c) Melakukan asepsis labia mayor dan sekitarnya kemudian ditemukan lubang
yang dicurigai sebagai introitus vagina dd/ introitus sinus.
d) Dipasang marker berbentuk bujur sangkar di inferior dari introitus
tersebut.
e) Dimasukkan folley kateter no.6 tanpa pengembangan balon diujung
introitus.
f) Dimasukkan media kontras non ionic tanpa pengenceran sebanyak 2 cc
sampai refluks.
g) Kemudian difoto dengan proyeksi AP.
h) Ditambahkan kontras lagi masing-masing sebanyak 1 cc sampai refluks,
kemudian foto RPO dan LPO.
Proyeksi pemeriksaan :
AP
Lateral
RPO /LPO
PROYEKSI
AP
Posisi
Pasien : Supine diatas meja pemeriksaan.
Posisi Obyek : Atur Mid Sagital Plane ( MSP ) area pelvis
pasien
tepat
dipertengahan meja pemeriksaan tanpa rotasi.
kedua
tangan pasien dipegangi oleh ibu pasien agar
tidak
mengganggu jalannya pemeriksaan, sedangkan kaki pasien dipegangi oleh ayah
pasien.
Pengaturan sinar : Central Ray ( CR )
tegak lurus terhadap meja
pemeriksaan
dengan arah sinar vertikal, central
point
( CP ) pada 2 inchi diatas symphisis pubis,
dengan
FFD sejauh 100 cm.
Kolimasi : Luas lapangan penyinaran seluas obyek ,
mencakup
daerah
pelvis untuk meminimalisir radiasi yang
diterima
pasien.
Eksposi : Dilakukan dengan cepat dan tepat setelah
dimasukkan
media kontras sebanyak 2 cc sampai
refluks.
Kriteria Radiograf : Batas atas dari simphisis
pubis tampak tanpa rotasi,
densitas
dan media kontras dapat menunjukan
gambaran
vagina, tampak media kontras mengisi
vagina.
PROYEKSI LATERAL
Posisi
Pasien : Tidur miring pada sisi kanan pasien, kedua kaki
superposisi
dan fleksi. Dengan dibantu oleh orang
tua pasien
agar pasien tenang.
Posisi
obyek : Mid Coronal Plane (MCP) pelvis berada di tengah
meja
pemeriksaan, dengan batas atas pada SIAS
dan
batas bawah pada coxygis.
Arah sinar : Vertikal tegak lurus kaset, pusat sinar pada 1,5 cm
di
bawah SIAS menuju pertangahan film.
Kolimasi : Luas lapangan penyinaran seluas obyek.
Eksposi : Dilakukan dengan cepat dan tepat setelah
disuntikkan
media kontras sebanyak 1 cc sampai
refluks.
Kriteria
Radiograf : Tampak pelvis secara lateral, tampak marker pada
inferior
introitus vagina, terlihat panjang vagina
dengan
media kontras yang mengisi daerah vagina.
PROYEKSI OBLIGUE
Posisi
pasien : Dari posisi supine, pasien dirotasikan ke arah kanan
sebesar 45o
, paha kanan fleksi dan paha kiri
abduksi
dengan dipegangi oleh orangtua pasien.
Posisi
obyek : daerah
SIAS pada batas atas kaset batas bawah
pada
simphisis pubis
Arah sinar : vertikal tegak lurus kaset,
arah sinar pada 2 cm ke
lateral dari
MSP setinggi batas atas simphisis pubis
Kolimasi : Luas lapangan penyinaran
seluas obyek.
Eksposi : Dilakukan dengan cepat dan tepat setelah
disuntikkan
media kontras sebanyak 1 cc sampai
refluks.
Kriteria Radiograf : Tidak superposisinya sigmoid/ileum dan vagina.
HASIL RADIOGRAF
Berdasarkan pemeriksaan
radiologi di atas di dapatkan hasil radiograf seperti di bawah ini :
Gambar 3.1
hasil foto polos pasien JXZ
Gambar 3.2
Hasil radiograf proyeksi AP
Pasien JXZ
Gambar 3.3
Hasil radiograf proyeksi Lateral
pasien JXZ
- Hasil Pembacaan Radiograf
Adapun
hasil pembacaan radiograf oleh Dokter Residen Radiologi Instalasi Radiologi
RSUP Dr Sardjito Yogyakarta adalah sebagi berikut :
Foto
polos, kondisi cukup, hasil :
Tampak
udara usus prominent diproyeksi cavum pelvis, tak tampak gambaran opaq
diproyeksi tractus urinarius dicavum pelvis.
Vaginografi
:
Dilakukan
asepsis labia mayor dan sekitarnya. Saat labia mayor dipisahkan tampak lubang
yang dicurigai sebagai introitus vagina dd/introitus sinus. Dipasang marker
berbentuk bujur sangkar di inferior dari introitus tersebut. Lalu dimasukkan
folley kateter no.6 tanpa pengembangan balon diujung introitus, dan dimasukkan
bahan kontras non ionic tanpa pengenceran. Dimasukkan kontras sebanyak 2 cc
sampai refluks, kemudian difoto AP view, ditambahkan lagi kontras masing-masing
sebanyak 1 cc sampai refluks, kemudian foto RPO dan LPO, hasil :
-
Tampak kontras mengisi vagina,
dengan panjang vagina lk 4,5 cm (pada foto lateral, diukur tegak lurus dari
marker). Tak tampak kontras mengisi vesica urinaria, tak tampak fistula dari
vagina ke rectum, vesica urinaria ataupun kutan.
Kesan
:
-
Panjang vagina kurang dari normal
(normal panjang vagina anak 5 cm)
-
Tak tampak sinus ureogenital
-
Tak tampak fistula
Catatan
:
Jika
sekiranya ada keraguan tentang hasil pemeriksaan diharap segera menghubungi
instalasi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.
D.
Pembahasan
Pada pemeriksaan Vaginografi dengan diagnosa Suspensi Sinus
Ureogenitalis di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, digunakan 3 proyeksi yaitu AP,
LATERAL dan OBLIGUE. Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan kepada Residen
Radiologi diperoleh informasi sebagai berikut : Tujuan dilakukannya pemeriksaan
Vaginografi adalah untuk melihat anatomi vagina dan menegakkan diagnosa. Dasar diagnosa
Suspensi Sinus Ureogenitalis berdasarkan pada anamnase dan pemeriksaan fisik
yang dilakukan oleh Dokter.
Sebelum dilakukan pemeriksaan vaginografi, prosedur yang dilakukan
adalah penjelasan mengenai resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi selama
pemeriksaan berlangsung oleh Dokter Residen Radiologi kepada orang tua pasien.
Risiko yang dapat terjadi pada pemeriksaan Vaginografi tersebut adalah alergi,
infeksi dan syok. Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi adalah robeknya
hymen (selaput dara), alergi, infeksi, syok dan nyeri. Setelah penjelasan
tersebut dimengerti oleh orangtua pasien, prosedur dilanjutkan dengan penandatanganan
persetujuan upaya tindakan kedokteran (Inform Consent) oleh kedua orang tua
pasien tanpa adanya tanda tangan saksi. Selanjutnya pasien dan kedua orang tua
dipersilahkan masuk keruang pemeriksaan, pasien diinstruksikan untuk buang air
kecil sebelum pemeriksaan untuk mengosongkan vesica urinaria dan melepas ikat
pinggang serta celana yang digunakan karena terdapat benda logam yang dapat
mengganggu jalannya pemeriksaan. Berhubung pasien yang penulis tangani
merupakan pasien pediatik, dokter membujuk pasien untuk tenang dan tidak
menangis selama pemeriksaan dengan dibuatkan mainan (balon handscone) oleh
Dokter Residen Radiologi.
Pada proyeksi AP, pasien diinstruksikan untuk supine diatas meja pemeriksaan
dengan dibantu oleh kedua orang tua pasien dengan daerah pelvis ditengah meja
pemeriksaan. Central Point (CP) pada 2 inchi superior sympisis pubis dan arah sumbu
sinar vertikal tegak lurus. Dilakukan sterilisasi dan asepsis pada vagina
pasien sebelum dimasukkannya folley kateter no.6 dan media kontras sebanyak 2
cc sampai refluks. Eksposi dilakukan dengan cepat dan tepat berdasarkan
instruksi Dokter setelah media kontras disuntikkan. Pada proyeksi lateral,
pasien diposisikan tidur miring kesisi kanan, kedua kaki superposisi dan fleksi.
Dengan dibantu oleh orang tua pasien agar pasien tenang. Central Point (CP)
pada 1,5 cm di bawah SIAS menuju pertangahan film dengan arah sumbu sinar
vertikal tegak lurus meja pemeriksaan, eksposi setelah media kontras dimasukkan
sebanyak 1 cc. Pada proyeksi Obligue, pasien dari posisi supine dirotasikan ke
arah kanan 45o , paha kanan fleksi dan paha kiri abduksi dengan
dipegangi oleh orangtua pasien, daerah
SIAS pada batas atas kaset dan batas bawah pada simphisis pubis, central
point (CP) pada 2 cm ke lateral dari MSP setinggi batas atas simphisis pubis
dan arah sumbu sinar vertikal tegak lurus. Dengan teknik pemeriksaan seperti
yang dijelaskan diatas, anatomi vagina dapat terlihat jelas dalam radiograf
dengan bantuan media kontras. Marker digunakan sebagai penanda introitus vagina
dd dari luar untuk dapat mengukur panjang vagina pada proyeksi lateral. Dengan
proyeksi obligue, dapat memberikan informasi ada/tidak adanya fistula dari
vagina kerectum, vesica urinaria, ataupun kutan.
Proteksi radiasi yang dilakukan saat pemeriksaan berlangsung adalah
membatasi kolimasi pada daerah pelvis saja, menghindari pengulangan foto dan
memakaikan apron kepada orangtua pasien yang mendampingi dalam ruang
pemeriksaan. Mengingat organ yang diperiksa merupakan organ yang Radiosensitive
dan pasien pediatrik, maka proteksi radiasi sangat diperlukan.
BAB IV
SIMPULAN
DAN SARAN
A. Simpulan
Dari uraian tentang pemeriksaan radiologi
Vaginografi pada pasien dengan diagnosa Suspensi
Sinus Ureogenitalis di Instalasi Radiologi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta dapat
diambil simpulan sebagai berikut :
1.
Prosedur
pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan radiologi Vaginografi dengan
diagnosa Suspensi Sinus Ureogenitalis yang dilakukan di
Instalasi Radiologi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta adalah penjelasan
mengenai resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi saat pemeriksaan
berlangsung serta penandatanganan Inform Consent, menginstruksikan pasien buang
air kecil terlebih dahulu, dan melepas benda logam yang mengganggu pemeriksaan.
2.
Teknik
pemeriksaan radiologi Vaginografi pada diagnosa Suspensi Sinus Ureogenitalis yang dilakukan di Instalasi Radiologi RSUP Dr
Sardjito Yogyakarta adalah proyeksi Antero Posterior,
Lateral dan Obligue.
3. Pada pemeriksaan Vaginografi proyeksi AP dilakukan untuk melihat anatomi
vagina dengan kontras yang mengisi rongga vagina. Proyeksi lateral untuk
mengukur panjang vagina dengan bantuan marker yang diletakkan pada inferior
introitus dd, dan proyeksi Obligue untuk menilai ada/tidaknya fistula dari
vagina kerectum, vesica urinaria, ataupun kutan.
4. Proteksi radiasi yang dilakukan adalah membatasi kolimasi pada daerah
pelvis, menghindari pengulangan foto, dan memakaikan apron kepada orang tua
yang mendampingi dalam ruangan pemeriksaan.
B. Saran
Dalam
setiap pemeriksaan radiologi, penjelasan mengenai jalannya pemeriksaan, resiko,
dan komplikasi yang mungkin terjadi saat pemeriksaan berlangsung sangat
diperlukan. Perlunya menjalin komunikasi yang baik antara Dokter dan orangtua
pasien sebelum penandatanganan persetujuan upaya tindakan kedokteran (Inform
Consent) berlangsung demi kelancaran dan kesuksesan pemeriksaan yang dilakukan.
Proteksi radiasi perlu diperhatikan, mengingat pasien yang ditangani adalah
anak anak dan pemeriksaan ditunjukkan pada daerah yang Radiosensitive. Perlunya
pemakaian Ovarium dan Gonad shield pada pasien untuk meminimalisir radiasi yang
diterima dan melindungi organ dari radiasi yang tidak diperlukan. Alangkah
lebih baik jika pemeriksaan dilakukan dengan menggunaknan Pesawat Flluoroskopy
untuk menghindari pengulangan foto dan melakukan pemeriksaan penunjang lainnya
yang bersifat non-invasif seperti USG atau MRI sebelum melakukan pemeriksaan
menggunakan X-ray (Vaginografi) untuk menghindari robeknya hymen (selaput dara)
dan resiko lainnya yang mungkin saja terjadi saat pemeriksaan berlangsung.
DAFTAR
PUSTAKA
Australian and New Zealand Journal of Surgery Volume 63, Issue 11, pages 894–896, November 1993. www.ajronline.org (diakses pada 4 Juni 2016
pukul 20.00).
Anonim. “Nuklir : Antara Manfaat dan Mudarat”.
16 Februari 2012. Diakses tanggal 11 Juni 2016 dari
Ballinger, P.W., 2003, Atlas of
Radiographic Positioning and Radiologic Prosedures,
Volume two, Tenth
Edition, The VC Mosby co London.
Bobak,IM. dkk. 2000. Buku Ajar keperawatan
maternitas, Edisi 4. Jakarta: EGC.pp:143- 16.
Duenhoelter, J.H. 1989. Ginekologi Greenhill, Alih Bahasa oleh dr. Chandra Sanusi. Jakarta : EGC.
DONALD R. KIRKS1 AND GUIDO CURRARINO1.(1977). “Imperforate Vagina with
Vaginourethral Communication”. Journal of Am J Roentgenol 129 :623-628. www.ajronline.org (diakses pada 4 Juni 2016
pukul 20.02).
Laura A. Grygotis and FelixS. 1997, Chew
Endodermal Sinus Tumor of the Vagina, AJR 1997;169:1632 0361-803X197/1696-1632
© American Roentgen Ray Society.
Pearce, C.E. 2002. Anatomi dan
Fisiologis untuk Paramedis. Jakarta :
PT Gramedia.
Pikatan, Sugata. 1992. Manusia dan Radiasi. Diakses
pada 11 Juni 2016 dari http://tan.awardspace.com/pubi/Radiasi.PDF
Travis C. Saveraid, DVM, DACVR. “Special Procedures in Veterinary Radiology—Urogenital”. Journal of Assistant
Clinical Professor College of Veterinary Medicine –University of Minnesota. www.ajronline.org (diakses pada 4 Juni 2016
pukul 20.02).
Zubaidah, Alataz. 2005. Efek Teratogenik Radiasi Pengion. Diakses pada 11 Juni 2016 dari :
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/vaginography diakses pada tanggal 3
juni 2016, 16:01).
http://www.cedars-sinai.edu/Patients/Programs-and-Services/Imaging-Center/For-Patients/Exams-by-Procedure/Gastrointestinal-Radiology/Vaginography.aspx (diakses pada tanggal
3 juni 2016, 16:01).
Lampiran I
BAB IV
SIMPULAN
DAN SARAN
A. Simpulan
Dari uraian tentang pemeriksaan radiologi
Vaginografi pada pasien dengan diagnosa Suspensi
Sinus Ureogenitalis di Instalasi Radiologi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta dapat
diambil simpulan sebagai berikut :
1.
Prosedur
pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan radiologi Vaginografi dengan
diagnosa Suspensi Sinus Ureogenitalis yang dilakukan di
Instalasi Radiologi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta adalah
penjelasan mengenai resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi saat pemeriksaan
berlangsung serta penandatanganan Inform Consent, menginstruksikan pasien buang
air kecil terlebih dahulu, dan melepas benda logam yang mengganggu pemeriksaan.
2.
Teknik
pemeriksaan radiologi Vaginografi pada diagnosa Suspensi Sinus Ureogenitalis yang dilakukan di Instalasi Radiologi RSUP Dr
Sardjito Yogyakarta adalah proyeksi Antero Posterior,
Lateral dan Obligue.
3. Pada pemeriksaan Vaginografi proyeksi AP dilakukan untuk melihat anatomi
vagina dengan kontras yang mengisi rongga vagina. Proyeksi lateral untuk
mengukur panjang vagina dengan bantuan marker yang diletakkan pada inferior
introitus dd, dan proyeksi Obligue untuk menilai ada/tidaknya fistula dari
vagina kerectum, vesica urinaria, ataupun kutan.
4. Proteksi radiasi yang dilakukan adalah membatasi kolimasi pada daerah
pelvis, menghindari pengulangan foto, dan memakaikan apron kepada orang tua
yang mendampingi dalam ruangan pemeriksaan.
B. Saran
Dalam
setiap pemeriksaan radiologi, penjelasan mengenai jalannya pemeriksaan, resiko,
dan komplikasi yang mungkin terjadi saat pemeriksaan berlangsung sangat
diperlukan. Perlunya menjalin komunikasi yang baik antara Dokter dan orangtua
pasien sebelum penandatanganan persetujuan upaya tindakan kedokteran (Inform
Consent) berlangsung demi kelancaran dan kesuksesan pemeriksaan yang dilakukan.
Proteksi radiasi perlu diperhatikan, mengingat pasien yang ditangani adalah
anak anak dan pemeriksaan ditunjukkan pada daerah yang Radiosensitive. Perlunya
pemakaian Ovarium dan Gonad shield pada pasien untuk meminimalisir radiasi yang
diterima dan melindungi organ dari radiasi yang tidak diperlukan. Alangkah
lebih baik jika pemeriksaan dilakukan dengan menggunaknan Pesawat Flluoroskopy
untuk menghindari pengulangan foto dan melakukan pemeriksaan penunjang lainnya
yang bersifat non-invasif seperti USG atau MRI sebelum melakukan pemeriksaan
menggunakan X-ray (Vaginografi) untuk menghindari robeknya hymen (selaput dara)
dan resiko lainnya yang mungkin saja terjadi saat pemeriksaan berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar